Mempersembahkan

Jumat, 01 April 2011

Kisah Korban Tragedi Poso

Sumber Kesaksian: Nice Lingkeka, Hederita Rongkombulu, Nimu Wadenda
Tragedi berdarah yang menyayat kalbu kembali terulang di Poso. Kasus pembantaian tragis terhadap 3 siswi SMA di Poso Oktober lalu, meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga mereka. Sampai hari ini, foto berbingkai dari Theresia, Yarni, dan Alvita masih terpasang di makam.
Hari itu, Sabtu 29 Oktober 2005, sekitar pukul 06.30 waktu setempat, ketiga gadis remaja ini dan Noviana, berangkat bersama ke sekolah mereka di SMU gereja Kristen Sulawesi Tengah, di kota Poso. Saat berjalan menyusuri jalan setapak dan menuruni bukit bambu yang disebut buyung-buyung, tiba-tiba sekelompok pria menghadang dengan parang di tangan dan mengepung mereka. Noviana, satu-satunya yang berhasil meloloskan diri dari mereka, pipi kirinya robek terkena tebasan parang. Kini dia menjadi satu-satunya saksi hidup yang masih dicengkeram trauma.
Setelah peristiwa itu, orang tua para korban menjadi sorotan massa. Pertanyaan demi pertanyaan seakan tak pernah berhenti. Semua pihak turut bersimpati, tetapi semua itu tidak dapat mengembalikan Theresia (16), Yarni (15), dan Alvita (19) ke pangkuan mereka. SOLUSI mengundang orang tua ke tiga korban ke studio. Satu persatu mereka menceritakan kenangan tentang anak mereka.
Nice Lingkeka (Ibu Alvita): Dia itu yang paling memperhatikan saya, menyiapkan air untuk mandi dan makanan saya. Dia senang berkumpul, bercerita lucu dengan teman-temannya, dia senang melihat teman-temannya tertawa. Kemana saja dia pergi, dia cepat mendapat teman. Sabtu malam dia selalu menyiapkan lagu untuk dinyanyikan di gereja hari minggunya…
Sedangkan Yarni, dikenal sebagai anak yang sederhana, ramah, dan berbakti pada orang tua. Sikapnya yang santun dan ramah membuatnya disukai guru dan teman-temannya. Dia juga termasuk anak yang cerdas dan berprestasi di sekolah.
Hederita Rongkombulu (Ibu Yarni): Setelah makan dia bantu cuci piring, menyapu, cuci pakaian, bantu-bantu di dapur… Apa yang saya katakan, dia selalu ikut, tidak pernah dia membantah…
Sepeninggal Yarni, Hederita bermimpi melihat dua teman putrinya berdiri di depan pintu. Dalam mimpi itu dia berpikir seandainya Yarni masih hidup, dia pasti berdiri di situ bersama teman-temannya. Lalu dia melihat Yarni yang sedang tidur, terbangun. Dia berkata, “Nak, kamu kan sudah meninggal.”. Tapi Yarni bilang, “Tidak, mama jangan sedih, mama jangan menangis. Saya tidak mati, saya hanya tidur dengan nama Tuhan.”
Sementara itu Theresia, putri yang paling disayangi oleh ibunya, dikenal sebagai anak yang ramah dan murid yang baik di sekolahnya.
Nimu Wadenda (Ibu Theresia): Dia bilang ingin melanjutkan sekolah, saya bilang bagaimana kalau saya tidak mampu, kamu kasihan. Katanya doa saja mudah-mudahan Tuhan buka jalan supaya mama bisa menyekolahkan saya dan saya bisa menyenangkan mama di kemudian hari… Kalau saya kasih uang jajan lebih ke sekolah, dia kembalikan lagi… Itu anak satu-satunya tumpuan harapan…
Sebelum tragedi ini terjadi, Alvita sempat menulis syair lagu yang rencananya akan dia nyanyikan keesokan harinya di gereja. Inilah syair tersebut:
Inilah kami Tuhan, yang datang kepadaMu
Di kaki salibMu kami berserah
Tuntunlah kami Tuhan ke jalan yang Kau kehendaki
Bawalah kami, angkatlah kami ke jalan yang benar Tuhan
Marilah kita semua angkat puji bagi Dia
Jangan ada di antara kita hidup saling membenci
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
Itulah yang pertama dan yang terutama
Dalam syair yang dibuat oleh Alvita, sebenarnya ada pesan Tuhan untuk kita, yaitu kita harus saling mengasihi antara satu dengan yang lain, dengan cara datang kepada Tuhan, dan minta anugrahNya, karena Tuhan adalah kasih. Selain itu mereka juga menyampaikan pesan kepada pelaku pembunuhan putri-putrinya:
Nice Lingkeka: Kami mendoakan pelaku-pelaku itu, supaya Tuhan mengampuni segala perbuatan yang jahat itu. Dan biarlah Tuhan mengubah pikiran-pikiran yang jahat itu supaya di kehidupan ke depan ini dia tidak akan berbuat seperti itu lagi, supaya kota Poso bisa aman.
Nimu Wadenda: Kami berdoa, terhadap pelaku-pelaku, supaya kami dapat mengampuni mereka, sama seperti Tuhan mengampuni kami. Jadi semuanya ini hanya kami serahkan ke dalam tangan Tuhan.
Hederita Rongkombulu: Kami mendoakan mereka, agar Tuhan Yesus mengampuni mereka.
Mereka telah membuat suatu keputusan yang sulit diterima logika manusia, yakni melepaskan pengampunan bagi orang yang telah merenggut nyawa anak-anak mereka. Bagaimana dengan anda? Dengan mengasihi dan mengampuni, akan membuka pintu anugerah Tuhan. Sebab apa yang kita tabur, akan kita tuai. Dengan menabur kasih dan pengampunan, kita juga akan menuai kasih dan pengampunan dari Tuhan. Ini yang membuat hidup anda diberkati.
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Matius 5:43-45)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar